Rabu, 19 Maret 2008

Mengenal Teknologi Ballapress di TPST Bojong

TPA Bantar Gebang merupakan sanitary landfill, yaitu penimbunan sampah dengan lapisan tanah. Metode ini berakhir dengan pencemaran air tanah dan pencemaran udara (bau). Pencemaran keduanya, menurut peneliti dan ahli lingkungan BPPT, Henky Sutanto, karena tanah tidak dilapisi dengan lapisan yang kedap air. Sedangkan bau diakibatkan proses pembusukan sampah bocor ke udara.

Dua pencemaran yang terjadi di Zona 1 TPA Bantar Gebang, diyakini Direktur Utama PT Wira Guna Sejahtera Sofyan, tidak akan terjadi di TPST Bojong. Di sini, sampah diolah dengan menerapkan sistem daur ulang, kompos, dan pembakaran. Sisa sampah yang tak terolah akan diamankan teknologi bala press. Cara kerjanya: truk menuangkan
sampah dari Jakarta ke bak penampungan di gudang tertutup, lalu mesin memisahkan sampah basah organik dari sampah kering non-organik.

Sampah organik diolah menjadi kompos. Sampah non-organik masuk ke konveyor (ban berjalan). Saat ban bergerak, pekerja memilah sampah berharga untuk didaur ulang. Sampah yang bisa terbakar masuk ke mesin pembakar bertemperatur tinggi (incinerator). Sisa yang tak mungkin diolah baru masuk ke mesin bala press.

Nah, mesin bala press akan memadatkan dan mengemas sampah dalam bentuk bal-bal bulat. Bal sampah dibungkus plastik film berwarna putih yang tahan lama, kedap udara, dan tak tembus air. Bulatan berdiameter 1,2 meter itu lalu ditimbun dan ditutup tanah. Dalam waktu 25 tahun, bukit sampah bisa ditanami dan dimanfaatkan
sebagai hutan buatan atau arena perkemahan.

Di Bojong sudah tersedia dua incenerator besar, yang akan mampu membakar sampah sebanyak 1.000 ton perhari, dari hasil pembakaran ini akan menghasilkan pupuk kompos, sedangkan sampah lainnya akan diolah dibungkus dengan mesin balla pres. Prinsipnya tidak ada sampah yang tersisa ataupun menumpuk, sehingga tidak akan menebarkan bau.

PROSES PENGEPRESAN BALA

Teknologi utama pemrosesan sampah dengan cara ini adalah mesin yang berfungsi memadatkan dan membentuk sampah menjadi bola (bal). BALA adalah nama perusahaan Swedia, yang pabriknya berlokasi di Nossebro, dekat Gothenburg. Perusahaan ini berpengalaman 15 tahun dalam merancang dan membuat sistem untuk menangani, menyimpan, dan membuang sampah padat.

1. Material dimasukkan ke dalam ruang pembentukan bola sampah sampai dicapai tekanan penuh.

2. Untuk mempertahankan bentuk bola yang ada, jaring atau plastik film dimasukkan ke dalam ruang pembentukan bola.

3. Ruang pembentukan bola terbuka dan bola sampah yang ada dipindahkan ke unit pembungkusan.

4. Sementara bola sampah dibungkus, lengan pembentuk bola
kembali ke posisi awal, siap untuk menjalankan proses baru.

5. Bola-bola yang dibungkus kini dimasukkan ke konveyor. Seluruh proses berakhir dalam 2-3 menit dan sepenuhnya dijalankan komputer.

Sumber : Tempo Interaktif

Menjadi Pemulung

Berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata dalam jangka pendek mengakibatkan berbagai dampak yang dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu beban. Selain itu usaha di berbagai sektor ekonomi menunjukkan kecenderungan semakin tidak kondusif, sehingga terjadi penurunan kesempatan kerja dan meningkatkan jumlah pengangguran. Realitas tersebut sebagai salah satu faktor penyebab semakin besarnya jumlah masyarakat miskin. Di sisi lain tersedia potensi untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat.

Salah satu potensi ekonomi yang saat ini belum tersentuh oleh berbagai kebijakan maupun program kegiatan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah pengumpulan barang bekas atau rongsokan berbentuk plastik, logam, kertas yang telah dianggap sampah oleh orang yang membuangnya. Orang yang melakukan pengumpulan barang bekas atau sampah dan kemudian dijual disebut pemulung. Keberadaan pemulung telah memberikan konstribusi yang cukup berarti dalam menyelesaikan masalah sampah dan mampu memberikan percepatan roda perekonomian di Kota Bandung.

Pemulung merupakan alternatif profesi baru oleh sebagian masyarakat yang merasa tersingkirkan oleh berbagai kebijakan pemerintah dan sektor ekonomi lainnya. Namun demikian keberadaan pemulung oleh pemerintah hingga saat ini masih dipandang sebagai profesi yang tidak memberikan makna terhadap proses pembangunan, bahkan sebagian masyarakat menganggap bahwa pemulung adalah pihak yang perlu dicurigai keberadaannya.

Tersembul dalam pemikiran kita, bahwa kehadiran pemulung semestinya memberikan inspirasi bagi Kang Dada untuk mendesak PD Kebersihan melakukan diversivikasi usaha yang serupa dengan pemulung namun dikelola secara professional !!. Setidaknya ada dua manfaat yang diperoleh dengan dibukanya unit usaha pemulung ini, pertama pasti menguntungkan, kedua memenuhi keinginan masyarakat agar Kota Bandung terbebas dari banjir sampah, tanpa mengandalkan sumber dana yang berasal dari iuran warga.

Fakta bahwa profesi pemulung memberikan konstribusi pada pendapatan keluarga, tengok saja pemilik lapak-lapak penampungan barang-barang yang berasal dari tempat sampah di sepanjang Jalan Sukarno-Hatta Bypass, Jl. Suci, Cibiru…..dan masih banyak lagi !

Sumber : Bandung Intensif Care Unit

Anak Jalanan Bandung Mengkhawatirkan

Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, yang menggejala secara simultan di berbagai kota-kota di Indonesia, termasuk di kota Bandung. Salah satu permasalahan sosial tersebut ditandai dengan adanya fenomena semakin maraknya pengamen-pengamen jalanan dan pedagang asongan di setiap perempatan jalan. Kehadiran dan keberadaan mereka diakui banyak kalangan sudah semakin tidak terkontrol, dan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mau tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat luas. Tengok dan rasakan tatkala kita berhenti di persimpangan jalan . Anak-anak mondar mandir dengan berbagai tingkah lakunya, membuat kita terenyuh dan sedih , ternyata masih banyak anak-anak bangsa kita yang hidupnya penuh dengan ketidakpastian masa depan.

Apa yang menjadi titik tolak permasalahan pengamen jalanan dan pedagang asongan ini adalah adanya peningkatan secara kuantitas yang bersifat sporadis, serta lambannya penanganan dan penanggulangan yang seharusnya dilakukan. Padahal dengan membiarkan menjamurnya kehidupan jalanan seperti ini, berarti kita harus menerima kenyataan yang cukup riskan : menumbuhkan benih-benih premanisme, terganggunya keonaran dan kenyaman pemakai jalan raya, terbengkalainya pendidikan anak-anak tersebut, mengundang pola urbanisasi yang tinggi, serta mendorong tindakan-tindakan kriminal di jalan raya.

Apabila dikaji lebih mendalam, peningkatan jumlah anak-anak jalanan diksebabkan oleh “daya tarik” di jalan raya. Artinya mereka sudah memiliki pemikiran, bahwa jalan raya adalah lahan kehidupan mereka. “Daya tarik” dan pola pikir yang terbentuk, serta belum terpenuhinya program-program penanggulangan dalam mengatasi anak-anak jalanan, menjadi semacam katalisator dalam peningkatan anak-anak jalanan secara kuantitas.

Hal yang paling penting dalam menaggulangi permasalahan anak-anak jalanan ini adalah adanya pengalihan profesi mereka, dari profesi-profesi liar di jalanan pada profesi yang lebih terorganisir (Organized Placement). Melalui pengalihan profesi ini diharapkan jumlah mereka dapat berkurang secara bertahap.

Berpijak dari persoalan dan kondisi yang ada, setidaknya ada beberapa faktor yang mesti dicermati :

Pertama, keberadaan anak-anak jalanan tersebut sudah dalam suatu format untuk mencari penghidupan (baca : uang) di jalanan sehingga mereka mempunyai anggapan bahwa uang akan dengan mudah mereka dapatkan di jalanan.

Kedua, sifat kehadiran dan keberadaan mereka dijalan sangat tidak terpola (unorganized) yang diikuti oleh terbentuknya profesi-profesi liar yang dapat menimbulkan dampak –dampak yang negatif.

Ketiga, belum adanya program yang terarah dan konkret dalam menanggulanginya. Program tersebut harus bersifat permanen, artinya mereka harus dialih profesikan secara terorganisir (organized placement), dengan menyediakan lapangan kerja baru agar mereka tidak tertarik untuk kembali ke jalanan. Hal ini sangat penting agar tidak terbentuk proses internalisasi profesi liar dan kehidupan jalanan dari anak-anak tersebut.

Keempat, adanya ikatan secara psikografis antara anak-anak jalanan dengan jalan raya, sehingga tidak mudah untuk memisahkan begitu saja ikatan tersebut. Perlu adanya semacam program yang masih memberikan keleluasaan bagi mereka melalui aktivitas yang bernuansa “jalanan”.

Kelima, belum terbentuknya “good will” dari semua unsur untuk mengatasi permasalahan pada tingkat yang lebih riil. Artinya dalam menanggulangi persoalan anak-anak jalanan harus ada kemauan yang kuat dari semua pihak dan masyarakat luas, untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

Semoga kelima factor yang perlu dicermati tersebut memberikan inspirasi bagi teman-teman yang peduli pada anak jalanan untuk diterjemahkan dalam bentuk program riil yang aplikatif di lapangan.

Sumber : Bandung Intensif Care Unit

Anak Jalanan Bandung Ditertibkan

Pemerintah Kota Bandung akan memembersihkan beberapa ruas jalan dan kawasan yang menjadi etalase Kota Kembang dari aktivitas anak jalanan.

"Etalase Kota Bandung terutama Jalan Junjunan dan tujuh titik di Kota Bandung menjadi prioritas pembersihan anak jalanan," kata Herry Nurhayat, Kepala Dinas Sosial Kota Bandung, di Bandung, Rabu (5/3).

Ia menyebutkan, operasi penertiban anak jalanan, pengemis, pengamen dan preman yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir ini diprioritaskan di kawasan etalase Kota Bandung itu. Termasuk dibebaskan dari pedagang kaki lima.

"Tujuh titik di Kota Bandung telah dilakukan penertiban. Meski susahnya bukan main, tapi itu harus dilakukan demi Bandung ke depan," katanya.

Terkait penertiban anak jalanan, pengemis dan preman di Kota Bandung, diakui oleh Herry Nurhayat belum memiliki formula yang efektif.

Penertiban berupa operasi oleh jajaran Satpol PP Kota Bandung saat ini masih sebatas pembinaan kepada mereka agar tidak turun lagi ke jalanan.

"Kota Bandung belum memiliki panti sosial untuk pembinaan. Mereka yang terkena razia hanya dikumpulkan dan diberi pembinaan. Rata-rata mereka tidak jelas kependudukannya, tak punya KTP baik di Bandung maupun dari daerah asalnya," kata Herry.

Ia mengakui, penertiban saat ini belum menyentuh 'broker' para anak jalanan. Herry yakin bahwa keberadaan anak jalanan itu memiliki orang menjadi penanggung jawab mereka.

"Brokernya belum bisa tersentuh. Mereka tutup mulut saat dimintai jadi diri penangung jawab mereka," ucapnya.

Herry menyebutkan, penertiban anak jalanan, pengemis, dan preman itu menjadi beban berat Dinas Sosial Kota Bandung yang baru diresmikan dua bulan.[*/R2]

Sumber : Inilah.com

Kompos, Salah Satu Jalan Keluar Problem Sampah

Sampah rumah tangga, menyumbang tidak sedikit dari sekitar 6000 ton total produksi sampah per hari di ibukota Jakarta. Jika setiap rumah mampu mengelola sampahnya dengan baik, akan sangat membantu mengatasi problem sampah di Jakarta. Caranya?

Peneliti dan ahli lingkungan Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) Henky Sutanto mengatakan sebenarnya sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri.

Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos.

Pengolahan sampah menjadi kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah. Ada juga cara lain untuk mengurangi volume sampah. Dengan cara dibakar. Tetapi pembakaran sampah menghasilkan dioksin, yaitu ratusan jenis senyawa kimia berbahaya seperti CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF (chlorinated dibenzo furan), atau PCB (poly chlorinated biphenyl).

Jika senyawa yang berstruktur sangat stabil itu hanya dapat larut dalam lemak dan tidak dapat terurai ini bocor ke udara dan sampai kemudian dihirup oleh manusia maupun hewan melalui udara. Dioksin akan mengendap dalam tubuh, yang pada kadar tertentu dapat mengakibatkan kanker.

Lalu, bagaimana dengan rumah dengan pekarangan yang sempit ? Misalnya di kompleks perumahan. Menurut Henky hal yang serupa bisa juga dilakukan dalam lingkungan kompleks. Sampah dari masing-masing rumah dikumpulkan dalam satu lokasi di dalam kompleks, yang dikhususkan menjadi Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sampah kering dan sampah basah dipisahkan. Sampah basah kemudian ditumpuk. Dalam jangka waktu dua bulan, akan menjadi kompos. Kompos itu, bisa dibagikan ke setiap rumah yang membutuhkan pengganti pupuk untuk tanaman. Dengan begitu, persoalan samapah di lingkungan sekitar bisa teratasi secara kolektif.

Sumber : Tempo Interaktif

Sabtu, 15 Maret 2008

Menyulap Sampah Jadi Rupiah

Bayangkanlah satu masa nan indah. Saat Jakarta (dan kota-kota besar lainnya) tak lagi butuh truk pengangkut sampah dan tempat khusus untuk menimbun limbah. Maklum, semua sampah habis disulap jadi rupiah, hasil berdagang pupuk, kertas, plastik, serta batako daur ulang. Ekonomi rakyat terangkat, bau tak sedap pun lenyap. Alangkah indahnya ....

Sah-sah saja menyebut bayangan tadi sebagai angan-angan. La iya, mana mungkin sampah Jakarta bisa dibikin nihil, wong baunya ada di mana-mana kok. Tapi, buat para peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), impian tadi bukannya tak mungkin menjadi kenyataan. "Boleh dong, kita punya gambaran masa depan yang lebih menyenangkan," ujar Ir. Bambang Heruhadi dari Direktorat Teknologi Lingkungan, Teknologi Pengelolaan Sampah dan Limbah Padat BPPT.

Bambang dan konco-konconya memang sedang bangga-bangganya pada pilot project mereka yang diberi nama sandi "Zero Waste Skala Kawasan" (ZWSK). Karena kalau sukses, mereka berpeluang membebaskan Jakarta dan kota-kota besar lainnya dari belenggu limbah. Konsepnya sudah dipraktikkan sejak awal tahun 2001 di daerah Rawasari, Jakarta Pusat. "Dan berjalan sangat baik, hingga banyak pemda kota yang melirik," ujar Bambang bernada girang.

Pembuang sampah produktif

Omong-omong, seberapa genting sih soal sampah ini, sampai-sampai BPPT bersusah payah bikin konsep zero waste alias nihil sampah? Apalagi selain BPPT, sebuah perusahaan nasional, PT Biotama Recovery Indonesia (BRI) juga mencanangkan pembuatan pabrik pengolahan pupuk dari sampah organik senilai Rp 100 miliar, Juli 2001 ini. Melihat besaran investasinya, pengolahan sampah satu ini pasti versi konglomerat.

Kabarnya, pabrik yang berlokasi di Sunter, Jakarta Utara, itu rencananya bakal mengolah ribuan ton sampah organik Jakarta per hari. Cuma, beda dengan BPPT yang menyelipkan misi kerakyatan, BRI murni mengusung motif bisnis. "Kami mengincar pasar ekspor. Kalau dilihat, pasar pupuk organik dunia mengalami pertumbuhan antara 10 - 20% per tahun," tegas Ir. I.M. Eddy Sutrisno, Presdir BRI, saat berpresentasi di sebuah seminar pengolahan sampah, April 2001 lalu.

Menanggapi rencana BRI, Bambang Heruhadi cuma tersenyum. Sambil tetap senyum, dia menyodorkan data statistik yang barangkali cukup membuat kening Anda berkerut, namun langsung memahami mengapa soal sampah ini jadi begitu menarik. Data itu menunjukkan betapa produktifnya warga kota besar di Indonesia dalam memproduksi limbah. Rata-rata per orang mencapai 2,5 - 3 l per hari.

Paling ribet, tentu saja Jakarta, yang jumlah penduduknya selangit. Versi Kepala Sub-Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Ir. Chaerul Mukti, total sampah yang disumbang penduduk DKI Jakarta rata-rata 26.000-an m3 atau sekitar 6.500-an ton per hari. Dari jumlah itu, "Yang terangkut sarana transportasi hanya sekitar 21.000-an m3 atau 80% saja," tutur Chaerul. Sisanya, dikanibal masyarakat tempat sampah berasal.

Sedangkan menurut jenisnya, barang buangan itu bisa diklasifikasi atas sampah organik (basah, sekitar 65%), semisal dedaunan. Selebihnya, sampah non-organik (kering, sekitar 35%), yang terdiri atas plastik, kaca, kayu. Tak tanggung-tanggung, untuk mengurusi barang terbuang ini, Pemda DKI rela merogoh kocek hingga Rp 100 miliar per tahun, sementara pemasukannya nol besar. Makin banyak sampahnya, tentu saja, makin besar pasak dari tiang. Lama-lama, ya, bikin pusing juga.

Ini bisa terjadi karena pemda belum serius memikirkan sistem penanganan sampah terpadu, terutama yang bermuara pada proses daur ulang. Selama ini, olah sampah versi pemda berhenti pada proses penampungan di tempat pembuangan sementara (TPS), kemudian menimbunnya di tempat pembuangan akhir (TPA). Padahal, lahan TPA di ibukota makin lama kian langka. TPA terbesar saat ini, di Bantar Gebang, Jakarta Timur, terasa makin sempit dengan bertambahnya volume limbah. Belum lagi protes penduduk sekitar yang merasa dicemari bau tak sedap.

Dari warga, untuk warga

Nah, kata Bambang Heruhadi, kalau konsep kuno seperti ini terus dipertahankan, di masa depan, Indonesia bakal diterpa banyak masalah. Pasalnya, penambahan sarana dan prasarana pengelolaan limbah tidak secepat pertambahan timbunan sampah yang harus ditangani.

Tahun 1986 misalnya, sampah Jakarta "masih" 18.000 m3 per hari. Namun, seiring pertambahan penduduk, jumlahnya melonjak jadi 21.000 m3 per hari pada 1996. Saat ini, kabarnya sudah mentok 23.000 m3 per hari. Sebuah penambahan yang sangat signifikan. "Selain kesulitan mencari lahan murah, potensi pencemaran lingkungan mulai membahayakan. Polusi baunya itu, lo," terang Bambang.

Untuk menebas hambatan-hambatan itulah, proyek percontohan zero waste diluncurkan. Paling terasa manfaatnya di sektor angkutan. Beda dengan cara konvensional yang harus memakai truk untuk membawa sampah ke TPA, ZWSK justru memfokuskan kegiatannya di lingkungan tempat kotoran dihasilkan. Istilah beken-nya, "Dari warga, untuk warga." Itu sebabnya, nama programnya diembel-embeli skala lingkungan.

Alhasil, biaya transportasi terpangkas hingga 0%. Lumayan 'kan, bisa menghemat ratusan juta rupiah, baik untuk pembelian truk maupun maintenance-nya. Sebagai gantinya, limbah dibawa langsung ke lokasi ZWSK oleh para "kolektor", pakai gerobak. "Agar aman buat lingkungan, kotoran memang harus ditangani langsung di lokasi terdekat dengan sumbernya," tegas Bambang, yang pernah menimba ilmu di Jepang.

Jadi, sampah produksi Pondok Indah (PI) misalnya, mesti didaur ulang di PI juga, bukan di Kebayoran Lama atau Cengkareng. Kalau skenario ini berjalan lancar, tentu saja pemda bisa mengucap good bye pada TPA. "Sedangkan TPS bisa dimanfaatkan sebagai calon lokasi ZWSK," imbuh Ir. Sri Bebassari, M.Si., juga peneliti BPPT.

Memperalat cacing

Selain irit ongkos mondar-mandir, cara ini juga memungkinkan berlangsungnya proses daur ulang terpadu alias satu atap. Kerjanya mirip samsat, karena beragam proses, seperti mengubah sampah organik jadi pupuk kompos maupun mendayagunakan kembali kertas dan plastik bekas, bisa dilakukan di tempat yang sama secara berbarengan.

Seperti bisa dilihat dalam pilot project Rawasari, sampah yang dikumpulkan dari warga langsung dipilah-pilah berdasarkan bahan. Ada pos untuk menampung sampah organik, (terbanyak, bisa lebih dari 60%), kertas, plastik, logam, botol. Tahap ini disebut fase praproses atau persiapan.

Kemudian dilanjutkan dengan fase pengolahan. Sampah organik diolah jadi pupuk (kompos) dengan memanfaatkan "reaktor cacing". Binatang kecil ini memang dikenal sebagai penyantap sampah yang rakus, "Lewat proses vermikasi, cacing diperalat untuk menghasilkan kompos," ujar Bambang.

Pada saat bersamaan, dilakukan pengolahan bahan-bahan lainnya menjadi produk daur ulang. Sampah yang tak bisa diolah kembali, seperti botol dan kaca, dikumpulkan untuk diolah sesuai keperluan. Sementara sisa limbah (yang tak mungkin lagi dijadikan komoditas dagang) bakal diberangus di fase terakhir, yakni pembakaran tuntas, tas, tasss ....

Dari hasil penelitian BPPT, setiap 10 m3 (2 ton) sampah berpotensi menghasilkan pupuk kompos atau vermikompos sekitar 0,4 ton per hari atau sekitar 12 ton per bulan. Berikut bahan daur ulang sekitar 0,28 ton/hari atau 84 ton per bulan, yang terdiri atas kertas daur ulang, bijih plastik, logam, dan bahan konstruksi (bata, batako). Ada juga abu sampah sisa pembakaran, biasanya untuk campuran kompos.

Kalau mau menghasilkan out put lebih besar, kapasitas pengolahan harus ditingkatkan, sekaligus butuh lahan lebih besar. Berdasarkan perhitungan, lahan seluas 400 m2 dapat memproses 10 hingga 20 m3 sampah per hari. Dengan beragam efisiensi, sebenarnya kapasitas bisa saja melampaui 20 m3. "Ini tantangan buat kita," tegas Bambang.

Tak perlu teknologi canggih

Yang menarik, aktivitas mengenolkan limbah ini tidak memerlukan teknologi canggih. BPPT sengaja memasyarakatkan alat-alat sederhana agar mudah dioperasikan awam. Untuk mengubah sampah organik menjadi kompos, misalnya, hanya diperlukan alat pencacah untuk memperkecil ukuran sampah, sejenis blender besar untuk mengolah sampah tertentu jadi makanan cacing, serta rak untuk proses vermikasi dan menyimpan sampah yang telah dikemas.

Sedangkan untuk mendaur ulang kertas, plastik, dan bahan-bahan daur ulang lainnya, ada blender yang bertugas melumat sampah-sampah tadi jadi bubur. Baru kemudian "dicetak" menjadi kertas, bijih plastik, serta bahan konstruksi daur ulang. Oh ya, ada juga fasilitas pembakaran sisa-sisa sampah tak terolah. Prinsipnya, biar sederhana, yang penting lengkap.

Menilik sistem kerja "samsat sampah" BPPT, maunya jelas, tak secuil pun limbah dibiarkan tersisa. Maunya juga kelak, di tempat pembuangan akhir maupun dalam skala lebih rendah, tak dikenal istilah penimbunan sampah. Karena begitu masuk penampungan, barang buangan langsung disulap jadi benda layak jual. Asyik, 'kan?

Catatan dari proyek percontohan ZWSK di Rawasari (luasnya 400 m2) menunjukkan, sampah yang berhasil diolah mencapai 20 m3 per hari. Setelah direka-reka, jumlah itu ternyata sama dengan sumbangan sampah 1.000 - 2.000 kepala keluarga (tergantung tingkat kepadatan penduduknya), atau setara dengan 2 - 5 komunitas Rukun Warga (RW).

Kalau dilakukan secara kontinyu, proyek ini berpotensi mengurangi timbunan sampah di TPA hingga 7.200 m3 per tahun. Otomatis, risiko penyebaran bau tak sedap makin berkurang. Udara Jakarta makin segar, karena dunia persampahan tak lagi menjijikkan. Sekali lagi, boleh 'kan berangan-angan? (Muhammad Sulhi)

BAGAIMANA DAUR ULANG KERTAS

1. Tidak setiap kertas bisa didaur ulang, lakukan penyortiran

2. Pilih kertas putih untuk didaur ulang

3. Rendam kertas yang sudah dipotong kecil semalam

4. Haluskan menggunakan blender atau lumpang besi

5. Campur dengan pewarna sesuai keinginan,setelah itu bisa dicampur dengan lem

6. Campur dengan air sesuai dengan ketebalan yang diinginkan, ayak menggunakan screen dan cetak di alas yang terbuat dari kain

7. Jemur hingga kering, lepaskan dari alas

8. Kertas seni daur ulang siap digunakan menjadi aneka produk barang bernilai seni (frame,box, block note dsb)

Sumber : rumahhijaupapyrus'site

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN MINI KOMPOSTER

Alat

Pisau/parang,garuk sampah kecil, alat semprot, talenan untuk mencacah,mini komposter

Bahan

Sampah organik, bakteri SUPERMIK SAMPUK,Air tanah secukupnya

CARA PENGOLAHAN

1. DIPILIH

Antara sampah organik (sisa sayuran, makanan, kulit buah, daun dll) dan anorganik (plastik, kertas,kaca dll)

2. DICACAH

Sampah organik yang bentuknya besar-besar dicacah menjadi potongan kecil untuk memudahkan proses fermentasi

3. DITABUR SUPERMIC SAMPUK/SS

Sampah cacahan dimasukkan kedalam mini komposter, semprot dengan air tanah secukupnya sampai terasa lembab kemudian ditabur SS merata. Jika jumlah sampah sedikit bias dimasukkan sampah setiap hari sampai penuh (2kg SS untuk 1 ton sampah)

4. DIADUK

Setelah disemprot dan ditabur kemudian diaduk

Setiap kali memasukkan sampah baru selalu disemprot air tanah dan ditabur SS kemudian diaduk.

Setelah 14 hari atau mini komposter sudah penuh tidak memasukkan lagi sampah baru.. setiap 2 hari minimal 1x diaduk sambil memperhatikan kandungan airnya. Bila terlalu basah dapat ditabur dengan bekatul,serbuk gergaji kering.

Setelah hari ke 21, proses fermentasi sudah selesai. Biarkan selama 1 hari

5. DIANGIN-ANGINKAN

Setelah dibiarkan sehari; kompos dikeluarkan dan dianginkan ditempat yang teduh, terlindung dari sinar matahari. Setelah kadar air sekitar 30% kompos sudah dapat digunakan

6 DIAYAK

Bila mau dijual, kompos perlu untuk diayak untuk mendapatkan ukuran yang sama

7 DITANAM KEMBALI

Bahan Organik dikembalikan keasalnya sebagai pengembali kesuburan tanah ataupun media tanam. Air tirisan (lindi) dapat digunakan sebagai pupuk cair organik

Bila mau digunakan harus dicampur dengan air. 1 bagian lindi: 10 bagian air, dapat disemprot atau disiramkan.

Catatan:

1. Bila kompos termasuk bahan organic yangberprotein tinggi (dari kacang-kacangan,daging), berpotensi menimbulkan belatung

2. Bila terlalu basah prosesnya menjadi PEMBUSUKAN bukan FERMENTASI, cara mencegahnya yaitu menurunkan kadar air dengan mencampurkan bekatul atau serbuk gergaji.

Sumber : rumahhijaupapyrus'site

Daur Ulang Sampah Kertas

angan buang sampah kertas anda. Karena jika didaur ulang dengan benar, bisa bernilai ekonomis. Inilah topic pembahasan kami dalam Pak Bali, Peran Kita Bagi Lingkungan, untuk minggu ini. Saya Vina Mubtadi.

++++++

Orang melihat bahwa persepsi sampah ini adalah masalah yang gampang, sampah dianggap remeh. Sehingga orang tidak pernah melirik bahwa sampah memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Yang kedua, selama ini sampah dianggap sepele dan berakibat fatal sehingga menjadi bencana yang pelik dan tidak tertanggulangi. Berangkat dari sana, kami di Walhi Jakarta mencoba mengampanyekan bahwa sampah harus menjadi satu hal yang diprioritaskan.

Itulah pendapat dari Mada Gumala yang akrab disapa Bo’un, tim pengelolaan sampah rumah tangga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mengenai sampah. Ya, sampah harus menjadi satu hal yang turut menjadi perhatian dalam keseharian kita. Banyak cara untuk kita bersahabat dengan lingkungan. Salah satunya, adalah dengan melakukan daur ulang.

Dari Kamus Wikipidea, Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai.

Dimulai dari pemilahan. Tentu saja, tidak semua sampah bisa didaur ulang. Berikut penjelasan Mada Gumala atau akrab disapa Boun, dari tim pengolahan sampah rumah tangga, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mengenai pemilahan sampah:

Kita coba pilah dulu komposisi sampah sendiri terdiri dari organic dan anorganik. Untuk anorganik itu juga terpilah menjadi dua; anorganik yang bisa diolah dan anorganik yang perlu penanganan lebih khusus, seperti limbah B3. Nah, sampah an-organik yang bisa diolah tanpa penannganan khusus itu seperti kertas dan plastic.

Material yang dapat didaur ulang, misalnya adalah botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi. baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. Lalu kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau plastik).

Namun untuk episode kali ini, kita akan bicara mengenai daur ulang kertas.

Kertas, karton ataupun kardus merupakan benda-benda yang akrab dengan keseharian kita. Setiap hari kita membaca Koran atau majalah. Usai dibaca, mungkin diletakkan begitu saja dan luput dari perhatian kita lagi. Demikian pula dengan kertas HVS yang banyak ditemui di perkantoran, usai menggunakan kertas untuk mengeprint atau fotokopi, lalu teronggok begitu saja. Bagi yang peduli lingkungan atau untuk berhemat, sering mengakalinya dengan menggunakan kembali sisi yang masih belum terpakai. Cara yang efektif memang, untuk mengurangi pemakaian kertas. Namun setelah dua sisinya terpakai, bagaimana? Apa yang anda lakukan terhadap sisa-sisa kertas tersebut?

Kalau biasanya anda membuangnya, kini urungkanlah kebiasaan itu. Sebaliknya, kumpulkan saja kertas-kertas yang sudah tidak anda inginkan lagi. Bisa berupa kertas HVS, karton, ataupun kardus. Karena sampah kertas tersebut bisa diolah kembali menjadi kertas yang baru. Atau bisa juga menghasilkan uang setelah diolah menjadi kerajinan tangan. Semua itu dimungkinkan lewat proses yang namanya Daur Ulang.

Saya yakin, anda sering mendengar istilah daur ulang ini. Tapi tahukah anda cara mendaur ulang kertas? Boun, tim pengolahan sampah rumah tangga menjelaskan lebih lanjut mengenai proses daur ulang kertas.

Bahan pertama yang harus disiapkan adalah papan atau kayu triplek. Ukuran bebas, seukuran HVS bisa, 1 m x 0.5 m juga bisa. Bisa diganti dengan meja belajar anak-anak playgroup. Lalu dilapis kain. Kedua, screen yang ukuran T-12, biasanya beli di toko sablon. Bisa juga buat sendiri dari jaring nyamuk. Ketiga, rakel yaitu alat untuk meniriskan air yang banyak tersedia di toko sablon. Keempat, bak besar dan/atau ember. Kelima, blender. Terakhir, kertasnya tentu saja, tidak ada patokan banyak/volumenya, seadanya yang ada di rumah. Proses pertama adalah membuat bubur kertas. Caranya, kertas disobek-sobek kecil-kecil lalu direndam semalaman. Kalau kardus minimal 4 hari. Komposisi air ½ ember, kertas penuh, karena nanti kertas akan menciut dengan sendirinya. Ada cara yang lebih instan, yaitu merebus kertasnya selama 30 menit. Proses kedua, bubur kertas campur air dengan perbandingan 1:3, lalu diblender

Demikian penjelasan Bo’un, tim pengelolaan sampah rumah tangga dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mengenai daur ulang sampah kertas.

+++++

Saudara, proses daur ulang sampah kertas akan kami hadirkan pada edisi pekan depan. Jadi, jangan lewatkan Pak Bali, Peran Kita Bagi Lingkungan setiap hari Selasa. Sekian Pak Bali Peran Kita bagi Lingkungan minggu ini. Kritik dan saran bisa anda sampaikan ke nurvianam@mediacorp.com.sg. Naskah dan podcast program ini tersedia di www.rsi.sg/indonesian. Saya Vina Mubtadi. salam Hijau!

Selamatkan lingkungan anda dari sampah

Written by Irfan Arief
Wednesday, 23 May 2007
 Selain populasi penduduk yang terus meningkat tahun demi tahun, gaya hidup masyarakat juga mendukung pertumbuhan sampah. Jika budaya ‘membuang sampah pada tempatnya’ belum dimiliki masyarakat, bisa dibayangkan bagaimana keadaan lingkungan tempat mereka tinggal.

Sebut saja kota Jakarta. Berdasarkan data Bapelda tahun 2000, pada tahun 1985, ibukota negara ini menghasilkan sampah sebesar 18.500 m3 tiap harinya. Populasi yang terus bertambah berbanding lurus dengan peningkatan jumlah sampah. Maka, tahun 2000 sampah di Jakartapun meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Dalam setahun, jika diperhitungkan, volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (55.000 m3). Belum lagi jumlah sampah dari kota besar lain seperti Medan dan Bandung. Jika tidak ditangani dengan baik, bukan tak mungkin Indonesia menjadi negeri sejuta sampah.
Sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia adalah sampah basah, sekitar 60%-70% dari total volume sampah. Sampah basah disebut juga sebagai sampah organik yang bisa terdegradasi secara alami. Sebaliknya, sampah kering atau anorganik tidak bisa mengalami proses degradasi alami. Jenis sampah ini harus benar-benar dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan polusi lingkungan. Daur ulang, salah satu cara menangani sampah anorganik.

Pengelola Sampah
Pengelola sampah harus dibarengi dengan pengelolaan gaya hidup masyarakat. Jika masyarakat masih tak peduli dengan kebersihan lingkungannya, pengelolaan sampah belum bisa berjalan. Sampah bisa dikelola dengan cara penumpukan, pengoplosan, pembakaran, sanitary landfill, dan daur ulang.

Metode penumpukan bersifat murah dan sederhana. Namun, dapat menimbulkan masalah lingkungan lain seperti pencemaran dan terjangkitnya penyakit. Karena metode ini tidak memusnahkan sampah secara langsung. Melainkan membiarkannya terdegradasi secara alami. Pengkomposan juga melalui proses sederhana, tapi cara ini dapat menghasilkan pupuk yang bernilai ekonomi.

Untuk melakukan pembakaran, sampah benar-benar yang bisa terbakar habis. Akan tetapi, metode ini juga menimbulkan dampak lingkungannya, harus memilih tempat jauh dari pemukiman. Sedangkan sanitary landfill hampir sama dengan penumpukkan. Hanya saja tanah berlubang yang sudah penuh sampah ditutup kembali. Metode ini selain membutuhkan areal cukup luas juga menimbulkan masalah lingkungan lain.

Cara terakhir, yaitu daur ulang biasa dilakukan terhadap sampah anorganik. Daur ulang terdiri dari kegiatan memilah, mengumpulkan, memproses sampah, distribusi, dan pembuatan produk bekas pakai. Hambatan terbesar adalah tak semua produk dirancang untuk bisa didaur ulang jika sudah tak terpakai.

Pengelolaan sampah ini bisa dilakukan dari lingkungan terkecil, yaitu rumah tangga. Sebaiknya, tiap rumah tangga memilah terlebih dulu sampah-sampah yang akan dibuang. Dipisahkan antara sampah organik dan anorganik sehingga tiap jenis bisa dikelola secara optimal. Sampah organik dapat mengkontaminasi dan mengurangi nilai dari material yang mungkin bisa didaur ulang.

Pengelolaan sampah memang harus ’dibungkus’ dalam satu program yang benar-benar matang. Program tersebut harus disesuaikan dengan kondisi fisik, ekonomi, budaya, dan hukum. Hingga tiap kota maupun negara akan memiliki pola program yang berbeda-beda. Seperti Zabbaleen di Kairo, Mesir, telah membuat sistem pengumpulan dan daur ulang sampah. Sistem tersebut mampu memanfaatkan 85% sampah yang terkumpul dengan mempekerjakan 40 ribu orang.

Mengelola sampah dengan baik, berarti kita telah melakukan kegiatan positif lainnya. Dibalik sampah yang kotor dan bau, tersimpan beragam manfaat jika bisa dikelola dengan tepat dan benar. Misalnya saja, membantu dalam penghematan sumber daya alam, penghematan energi, menghemat lahan Tempat Pembuangan Sampah (TPA), dan tentunya membuat lingkungan bersih, sehat, serta nyaman.

Menciptakan lingkungan bersih dan sehat, bisa dimulai dari diri kita sendiri. Budaya’membuang sampah pada tempatnya’ harus ditanamkan sejak awal. Tak bisa karena tak biasa. Maka, biasakanlah untuk tertib membuang sampah. Di samping itu, cobalah untuk memulai prinsip-prinsip berikut ini dalam kehidupan sehari-hari.

  • Reduce (mengurangi). Kurangi konsumsi material yang menimbulkan sampah. Hindari pula membeli barang dengan kemasan styrofoam.
  • Reuse (memakai kembali). Usahakan untuk mengkonsumsi barang yang bisa dipakai dalam jangka panjang. Hindari pemakaian barang sekali pakai (disposable).
  • Recycle (mendaur ulang). Pilah sampah rumah tangga Anda. Sisihkan sampah yang masih bisa didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan lagi.
  • Replace (mengganti). Mulailah biasakan diri Anda untuk memakai barang-barang yang ramah lingkungan. Teliti sebelum menggunakan barang. (Ota - BIDI, Agustus 2006, hal 20-21)

PENDEKATAN KONSEP DASAR PENGELOLAAN SAMPAH

Konsep pengolahan sampah adalah mencegah timbulan sampan secara maksimal dan
memanfaatkan sampah secara maksimal serta menekan dampak negatif
sekecil-kecilnya dari aktifitas pengolahan sampah.

Konsep dasar pengelolaan sampan selalu diarahkan pada pencapaian tujuan
melalui hierarki kegiatan pengelolaan sampah. Rencana Penyusunan Peraturan
Perundangundang Pengelolaan sampan ini akan mengikat pelaku-pelaku utaxna
pengelolaan sampah untuk melaksanakan konsep dasar tersebut.
Komponen-komponen yang berinteraksi dalam pengelolaan sampah ini adalah:
1. Pelaku Pengelolaan Sampah
1) Masyarakat: orang perorang dan komunitas masyarakat
2) Pemerintah: Pemerintah dan pemerintah daerah
3) Pelaku Usaha: produsen, penjuallpedagang, distributor
2. Interaksi Sub Sistem
1) Peraturan perundangan
2) Sistem dan mekanisme peran masyarakat
3) Sistqn pengawasan
4) Sistem pemanfaatan teknologi
5) Sistem pendanaan
6) Sistem dan mekanisme penyelesaian konflik
Tujuan yang hendak dicapai dari penerapan konsep pengelolaan
sampah ini adalah:
1. Minimalisasi sampah
2. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat
3. Peningkatan kualitas lingkungan hidup

Pencapaian tujuan tersebut dicapai melalui berbagai kegiatan mulai dari
kegiatan produksi oleh pelaku usaha, kegiatan konsumsi oleh masyarakat,
kegiatan pengendalian produk dengan konsep kemasan dan produk ramah
lingkungan oleh pemerintah, kegiatan pemanfaatan pengolahan dan pembuangan
akhir sampah. Semua kegiatan tersebut dilakukan dalam kerangka interaksi
subsistem pengelolaan sampah, yaitu Peraturan perundangan, sistem dan
mekanisme peran masyarakat, sistem pengawasan, sistem pemanfaatan teknologi,
sistem pendanaan, sistem dan mekanisme penyelesaian konflik.

PENERAPAN KONSEP ZERO WASTE DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah sampah perkotaan merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan baik di Indonesia maupun kotakota di dunia, karena hampir semua kota menghadapi masalah persampahan.

Meningkatnya pembangunan kota, penambahan penduduk, tingkat aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, diiringi dengan meningkatnya jumlah timbulan sampah dari hari ke hari serta sarana dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah permasalahan sampah yang semakin kompleks. Terlebih lagi dengan masa krisis yang melanda Indonesia saat ini.

Dari hasil evaluasi kebersihan kotakota di Indonesia bahwa tidak seluruh sampah dapat diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah untuk dibuang ke TPA. Hal ini disebabkan masih terbatasnya sarana dan prasarana yang dipunyai oleh Pemerintah Daerah, sehingga pada beberapa wilayah atau kawasan masih tampak sampah berceceran tidak terangkut yang apabila dibiarkan akan menimbulkan berbagai dampak negatif baik dari segi lingkungan, kebersihan, dan pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Dilain pihak lahan untuk pembuangan akhir sampah di perkotaan semakin terbatas dan semakin mahal. Dengan demikian diperlukan suatu upaya terobosan pengelolaan sampah efektif dalam rangka meningkatkan efesiensi dan pengurangan sampah semaksimal mungkin melalui pemanfaatan sampah melalui teknologi pengolahan tepat guna secara terintegrasi dan sedekat mungkin dari sumbernya.

B. Pengertian Sampah

i. Sampah Sebagai Limbah

Sampah sebagai sumber pencemar lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan pengotoran lingkungan, pencemaran air, tanah, tempat berkembangnya bibit penyakit, penyumbat saluran air yang menyebabkan banjir. Selain itu sering pula timbunan sampah merusak keindahan kota dan menimbulkan bau yang kurang enak.

Pengertian sampah diatas, sampah dapat diartikan sebagai limbah pada sisa aktivitas manusia/masyarakat, tidak terpakai, dapat bersifat organik maupun anorganik; karena membahayakan kesehatan lingkungan harus dibuang/ disingkirkan/dikelola dari lingkungan. Dengan demikian diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk mengelola sampah perkotaan.

ii. Sampah Sebagai Sumberdaya

Dilain pihak terdapat pengertian bahwa sampah merupakan potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai tambah sebagai produk daur ulang maupun produk baru. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan pendapatan.

Penerapan konsep zero waste dalam pengelolaan sampah dalam hal ini mengikuti pengertian pada butir kedua yaitu memanfaatkan sampah semaksimal mungkin dengan cara pengolahan yang terintegrasi, sedekat mungkin dari sumber sampah, dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur ulang dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

II. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH

Komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Komposisi sampah rata – rata di Indonesia mayoritas adalah organik dengan komposisi 73.98%, selanjutnya diikuti oleh bahan anorganik 26.48%.

Tabel 2.1. Komposisi dan karakteristik sampah rata - rata

No

Komponen

%

Kadar Air

(%)

N. Kalor

(kkal/kg)

1

Organik

73.98

47.08

674.57

2

Kertas

10.18

4.97

235.55

3

Kaca

1.75

4

Plastik

7.86

2.28

555.46

5

Logam

2.04

6

Kayu

0.98

0.32

38.28

7

Kain

1.57

0.63

42.64

8

Karet

0.55

0.02

7.46

9

Baterai

0.29

10

Lain – lain

0.86

Total

100

55.3

1553.96

Sumber : Studi Komposisi Dan Karakteristik BPPT, 1994

Dari penelitian yang pernah dilakukan, komposisi sampah bervariasi antara 70 – 80 %, nilai kalor sampah bervariasi antara 1000 – 2000 kkal/kg dan kadar air bervariasi antara 50 – 70 %. Dari data tersebut maka komponen organik masih merupakan komponen terbesar dan menyebabkan sampah kota mempunyai kadar air yang cukup tinggi. Karakteristik sampah diatas, maka sehari saja sampah dibiarkan menumpuk, maka akan terjadi kegiatan mikroorganisme anaerobik yang menyebabkan sampah berbau tidak sedap. Disisi lain sampah yang tidak terkelola dengan baik akan mengakibatkan berkembangnya vektor penyakit.

III. PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATANNYA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH.

Salah satu untuk mengurangi jumlah sampah di perkotaan dan menunjang penerapan zero waste adalah dengan melakukan pengolahan sampah. Saat ini pengurangan/reduksi sampah hanya dilakukan melalui kegiatan pemulungan sampah (daur ulang) yang secara sporadis telah dilakukan oleh sektor informal (pemulung). Pengomposan sampah baru dilakukan dalam tahap skala kecil melalui Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) yang ada umumnya terletak di TPA, sehingga merupakan beban dan tugas yang harus dilakukan oleh Pemda untuk mengangkut sampah ke TPA.

Program daur ulang di Indonesia yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1986 baru dapat mencapai 1,8 %, kondisi ini belum cukup untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah sampah yang akan meningkat lima kalinya pada tahun 2020.

Dengan demikian penerapan teknologi pengolahan sampah sudah waktunya untuk dimulai, sehingga sampah sisa yang harus dibuang ke lahan pembuangan akhir hanya sedikit dan penggunaan lahan pembuangan akhir lebih lama, selain itu pencemaran lingkungan dapat ditekan.

Ada tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan yaitu teknologi pengomposan sampah, teknologi pembakaran sampah dan teknologi daur ulang sampah.

A. Pengomposan Sampah

Pengomposan merupakan salah cara dalam mengolah bahan padatan organik untuk menjadi kompos yang secara nasional ketersediaan bahan organik dalam sampah kota cukup melimpah yaitu antara 70 – 80 %. Sayangnya, sebagian besar sampah kota belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai kompos. Pada dasarnya pengomposan merupakan proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang terkendali. Teknologi pengomposan sampah yang dilakukan saat ini sangat beragam ditinjau dari segi teknologi maupun kapasitas produksinya antara lain :

1. Pengomposan dengan cara aerobik,

2. Pengomposan dengan cara semi aerobik,

3. Pengomposan dengan reaktor cacing, dan

4. Pengomposan dengan menggunakan additive.

Kompos sebenarnya mempunyai nilai pasar, akan tetapi studi BPP Teknologi pada tahun 1990 menemukan bahwa hanya 4% dari pedagang tanaman hias yang menjual kompos karena kompos ini kurang populer pada masyarakat.

Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat digunakan untuk :

· Menguatkan struktur lahan kritis;

· Menggemburkan kembali tanah pertanian;

· Menggemburkan kembali lahan pertamanan;

· Sebagai bahan penutup sampah di TPA;

· Reklamasi pantai, pasca penambangan ;

· Sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia.

B. Pembakaran Sampah

Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar/skala kota dilakukan di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan insinerator. Dengan teknologi ini, pengurangan sampah dapat mencapai 80 % dari sampah yang masuk, sehingga hanya sekitar 20% yang merupakan sisa pembakaran yang harus dibuang ke TPA. Sisa pembakaran ini relatif stabil dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya.

Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Sifat fisik dan kimia sampah yang sesuai diolah dengan teknologi ini menurut instalasi-instalasi yang sudah beroperasi terdahulu adalah :

1. Nilai kalor sampah campuran antara 950 – 2.100 kkal/kg,

2. Kadar air antara 35 – 55 % dan

3. Kadar abu antara 10 – 30 %.

Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan antara lain :

a. Sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca penambangan.

b. Sebagai tanah urug.

c. Sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block, dsb).

d. Sebagai campuran kompos.

C. Daur Ulang Sampah

Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun terakhir ini yang dilakukan oleh sektor informal. Para pemungut barang bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan kegiatan pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem pengelolaan sampah. Komponen sampah yang mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan kembali, berdasarkan penelitian BPP Teknologi tahun 1990, adalah sampah kertas, logam dan gelas. Prosentase sampah tersebut (dari jumlah awal) yang diambil oleh pemulung adalah seperti pada Tabel berikut ini :

Tabel 3.1. Prosentase Pengambilan Sampah Oleh Pemulung

No.

Komponen Sampah

%

1.

Kertas

71,20

2.

Plastik

67,05

3.

Logam

96,09

4.

Gelas

85,05

Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis antara lain :

1. Sampah Kertas

Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat dihasilkan dari hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No.

Jenis Kertas Bekas

Sumber

Produk Recycling

1.

Kertas komputer dan kertas tulis

Perkantoran, percetakan dan sekolah

Kertas komputer, kertas tulis dan art paper

2.

Kantong kraft

Pabrik, pasar dan pertokoan

Kertas kraft dan art paper

3.

Karton dan box

Pabrik, pertokoan dan pasar

Karton dan art paper

4.

Koran, majalah dan buku

Perkantoran, pasar dan rumah tangga

Kertas koran dan art paper

5.

Kertas bekas campuran

Rumah tangga, perkantoran, LPS/ TPA dan Pertokoan

Kertas tissue, kertas tulis kualitas rendah dan art paper

6.

Kertas pembungkus makanan

Pertokoan, rumah tangga dan perkantoran

Tidak dapat di daur ulang

7.

Kertas tissue

Rumah tangga, perkantoran, rumah makan dan pertokoan

Kertas tissue (tetapi sangat jarang yang dapat didaur ulang kembali)

Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas, Dep. PU, DTW, 1999

2. Sampah Plastik

Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat diolah baik menjadi:

a. Produk baru ; alat rumah tangga seperti ember, bak tali plastik.

b. Digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman, tempat bumbu.

c. Sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji plastik.

3. Logam

Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara lain :

a. Digunakan kembali seperti kaleng susu.

b. Dijadikan produk baru, seperti tutup botol kecap, mainan.

c. Sebagai bahan tambahan atau bahan baku industri seperti industri logam.

4. Bahan lain

Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang cukup kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah.

Aplikasi teknologi pengolahan sampah, sedikitnya dapat memberikan solusi pada permasalahan kesulitan lahan untuk TPA. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang untuk menerapkan teknologi diatas. Teknologi yang saat ini digunakan untuk pengolahan sampah skala besar, baik itu pengomposan maupun pembakaran sampah, rata-rata menggunakan teknologi yang cukup canggih, melalui sistem mekanis/hidrolis yang bekerja semi atau bahkan otomatis penuh. Instalasi pengolahan tersebut biasanya memerlukan dana yang cukup besar untuk operasi maupun investasi dan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian tertentu.

Beberapa pertimbangan tersebut antara lain :

· Dana yang cukup, baik untuk investasi maupun operasi instalasi pengolahan.

· Dana untuk pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dari tingkat masyarakat sampai tingkat pengelolaan kota.

· Kelembagaan yang sudah mapan termasuk didalamnya sumber daya manusia.

· Sarana dan prasarana yang memadai sebagai pendukung kelancaran operasi sistem pengelolaan sampah.

· Partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaan persampahan termasuk didalamnya kesediaan membayar iuran sampah, menjaga kebersihan lingkungan dan lain-lain.

· Perangkat hukum dan peraturan.

Text Box: PengangkutanSecara umum penerapan teknologi pengolahan sampah perkotaan dan pemanfaatannya dapat dilihat gambar dibawah ini :

Gambar 3.1 Diagram Penerapan Teknologi Pengolahan Sampah Perkotaan dan Pemanfaatannya

IV. PENERAPAN ZERO WASTE DALAM INDUSTRI DAUR ULANG SAMPAH ( MODEL KAWASAN 2 – 4 TON/ HARI )

Sejalan dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan Bidang Persampahan yaitu ditekankan perlunya melakukan proses pengurangan volume sampah dan penanganan sampah sedekat mungkin dengan sumbernya, maka konsep ini dilakukan dengan mendirikan industri kecil daur ulang sampah di daerah kawasan melalui pemberdayaan masyarakat sekitar untuk diajak berperan aktif dalam membentuk usaha daur ulang.

Pemberdayaan masyarakat dalam industri daur ulang sampah merupakan salah satu sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat dengan menggunakan sistem pengolahan secara terpadu yaitu menerapkan beberapa jenis pengolahan secara simultan untuk menghasilkan produk maupun bahan daur ulang.

B. Teknologi Pengolahan Sampah

Sampah yang dihasilkan dari setiap sumber di kawasan tersebut diangkut menuju ke lokasi industri, selanjutnya dilakukan pemisahan sampah organik dan anorganik.

Proses pengolahan yang dilakukan adalah pengomposan (windrow/ vermi/additive), daur ulang kertas, plastik dan logam. Sisa bahan yang tidak dapat didaur ulang direduksi dengan instalasi pembakaran skala kecil. Sisa abu hasil pembakaran diproses sebagai bahan konstruksi maupun campuran kompos untuk menaikkan karbon pada produk tertentu.

Dibawah ini digambarkan material balance pengolahan sampah secara terpadu skala kawasan dengan kapasitas 2 ton (10 m3) sampah perhari dalam industri kecil daur ulang sampah


Gambar.4.1. Diagram sistem pengelolaan sampah

skala pelayanan 1000 KK (2 ton/hari)

C. Produk yang dihasilkan

Produk yang dihasilkan industri kecil daur ulang sampah skala kawasan dengan kapasitas 10 m3 sampah adalah :

1. Kompos/Vermi Compost 0,4 ton/hari atau 12 ton/bln.

2. Bahan daur ulang 0,28 ton/hari atau 84 ton/bln yang terdiri dari kertas karton, biji plastik dan logam.

3. Cacing tanah sebagai reaktor sampah.

C. Kemana Produk Akan Diserap

Untuk menampung dan memasarkan produk daur ulang dan cacing tanah dari industri kecil tersebut antara lain :

1. Industri dapat memasarkan sendiri produknya.

2. Terdapatnya lembaga penyangga produk daur ulang yang bertugas untuk mengembangkan dan mengatur, menampung dan menyalurkan hasil produk daur ulang dengan menyusun jaringan pemasaran nasional dan internasional. Lembaga penyangga dalam hal ini dapat berbentuk koperasi atau forum komunikasi yang dapat mengakomodasi antara produk dan permintaan pasar, serta salah satu pemberi masukan ke Pemerintah guna menunjang keberhasilan dalam bidang kebersihan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat kecil menengah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

D. Lokasi Industri Kecil Daur Ulang Sampah

Wilayah kegiatan penerapan zero waste dapat dilakukan di setiap kawasan pelayanan sampah seperti permukiman, komersial, industri, perkantoran dan pasar.

Besar kecilnya kapasitas produksi industri kecil daur ulang sampah tergantung pada luas lahan dan kondisi setempat yang terdapat di kawasan tersebut. Pada umumnya untuk satu depo sampah yang telah disediakan oleh Pemda adalah 250 – 500 m2 untuk melayani 5000 – 8000 jiwa (1000 KK) dengan kapasitas sampah masuk adalah 10 – 20 m3 perhari.

Industri kecil daur ulang sampah daerah kawasan ini akan melakukan pengolahan sampah dengan kapasitas tampung minimal 10 m3/hari dengan kebutuhan lahan minimal 400 m2 per modul.

E. Organisasi

Organisasi pengelola industri kecil ini terdiri dari Pemda, masyarakat dan pemulung yang berada di depo tersebut.

Dalam satu industri daur ulang terdiri dari :

· 1 orang kepala unit

· 4 orang bidang teknik

· 1 orang administrasi dan keuangan

· 4 orang tenaga lepas/pemulung (disesuaikan)

F. Pendanaan

Untuk menjalankan industri kecil daur ulang sampah ini dana yang didapat meliputi :

1. Dana investasi awal berasal antara lain Pemda, swasta, koperasi maupun dari sumber lain.

2. Dana untuk menjalankan industri daur ulang yang secara bergulir dapat dikembangkan dapat berasal dari iuran kebersihan warga yang telah berjalan, sebagian dana penghematan operasional Pemda, hasil penjualan produk daur ulang bahan anorganik, kompos/kacing (vermicompost) dan cacing.

Beberapa keuntungan dan kendala dalam penerapan industri kecil dalam pengolahan sampah terpadu model kawasan antara lain :

Keuntungan :

1. Mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah kota.

2. Mengurangi beban Pemda dalam penanganan sampah kota.

3. Melakukan pengolahan sampah kota untuk diolah menjadi produk yang mempunyai nilai jual.

4. Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA.

5. Menciptakan usaha pengolahan sampah dalam suatu industri kecil daur ulang dan kompos.

Kendala yang dihadapi :

1. Kurang populernya kompos di masyarakat menyebabkan kompos sebagai produk utama merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam tujuan komersial.

2. Telah terdapatnya mata rantai penjualan bahan daur ulang anorganik hasil pemulung.

V. KESIMPULAN

Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Masalah pembuangan sampah sudah merupakan masalah yang cukup pelik bagi Pemerintah Daerah, terutama dalam penyediaan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

2. Aplikasi beberapa jenis teknologi pengolahan sampah secara terpadu seperti pengomposan dan pembakaran dapat mengurangi kebutuhan lahan TPA dan efisiensi pengangkutan sampah.

3. Penerapan industri kecil daur ulang merupakan salah satu alternatif penciptaan produk dari sampah perkotaan yang dapat dikembangkan menjadi usaha komersial yang dapat dilakukan oleh masyarakat maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat.

4. Dengan belum populernya kompos pada masyarakat, sistem pengolahan terpadu dapat menjembatani dengan mendistribusikan sebagian kompos kemasyarakat.