Sabtu, 15 Maret 2008

PENERAPAN KONSEP ZERO WASTE DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah sampah perkotaan merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan baik di Indonesia maupun kotakota di dunia, karena hampir semua kota menghadapi masalah persampahan.

Meningkatnya pembangunan kota, penambahan penduduk, tingkat aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, diiringi dengan meningkatnya jumlah timbulan sampah dari hari ke hari serta sarana dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah permasalahan sampah yang semakin kompleks. Terlebih lagi dengan masa krisis yang melanda Indonesia saat ini.

Dari hasil evaluasi kebersihan kotakota di Indonesia bahwa tidak seluruh sampah dapat diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah untuk dibuang ke TPA. Hal ini disebabkan masih terbatasnya sarana dan prasarana yang dipunyai oleh Pemerintah Daerah, sehingga pada beberapa wilayah atau kawasan masih tampak sampah berceceran tidak terangkut yang apabila dibiarkan akan menimbulkan berbagai dampak negatif baik dari segi lingkungan, kebersihan, dan pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Dilain pihak lahan untuk pembuangan akhir sampah di perkotaan semakin terbatas dan semakin mahal. Dengan demikian diperlukan suatu upaya terobosan pengelolaan sampah efektif dalam rangka meningkatkan efesiensi dan pengurangan sampah semaksimal mungkin melalui pemanfaatan sampah melalui teknologi pengolahan tepat guna secara terintegrasi dan sedekat mungkin dari sumbernya.

B. Pengertian Sampah

i. Sampah Sebagai Limbah

Sampah sebagai sumber pencemar lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan pengotoran lingkungan, pencemaran air, tanah, tempat berkembangnya bibit penyakit, penyumbat saluran air yang menyebabkan banjir. Selain itu sering pula timbunan sampah merusak keindahan kota dan menimbulkan bau yang kurang enak.

Pengertian sampah diatas, sampah dapat diartikan sebagai limbah pada sisa aktivitas manusia/masyarakat, tidak terpakai, dapat bersifat organik maupun anorganik; karena membahayakan kesehatan lingkungan harus dibuang/ disingkirkan/dikelola dari lingkungan. Dengan demikian diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk mengelola sampah perkotaan.

ii. Sampah Sebagai Sumberdaya

Dilain pihak terdapat pengertian bahwa sampah merupakan potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai tambah sebagai produk daur ulang maupun produk baru. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan pendapatan.

Penerapan konsep zero waste dalam pengelolaan sampah dalam hal ini mengikuti pengertian pada butir kedua yaitu memanfaatkan sampah semaksimal mungkin dengan cara pengolahan yang terintegrasi, sedekat mungkin dari sumber sampah, dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur ulang dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

II. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH

Komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Komposisi sampah rata – rata di Indonesia mayoritas adalah organik dengan komposisi 73.98%, selanjutnya diikuti oleh bahan anorganik 26.48%.

Tabel 2.1. Komposisi dan karakteristik sampah rata - rata

No

Komponen

%

Kadar Air

(%)

N. Kalor

(kkal/kg)

1

Organik

73.98

47.08

674.57

2

Kertas

10.18

4.97

235.55

3

Kaca

1.75

4

Plastik

7.86

2.28

555.46

5

Logam

2.04

6

Kayu

0.98

0.32

38.28

7

Kain

1.57

0.63

42.64

8

Karet

0.55

0.02

7.46

9

Baterai

0.29

10

Lain – lain

0.86

Total

100

55.3

1553.96

Sumber : Studi Komposisi Dan Karakteristik BPPT, 1994

Dari penelitian yang pernah dilakukan, komposisi sampah bervariasi antara 70 – 80 %, nilai kalor sampah bervariasi antara 1000 – 2000 kkal/kg dan kadar air bervariasi antara 50 – 70 %. Dari data tersebut maka komponen organik masih merupakan komponen terbesar dan menyebabkan sampah kota mempunyai kadar air yang cukup tinggi. Karakteristik sampah diatas, maka sehari saja sampah dibiarkan menumpuk, maka akan terjadi kegiatan mikroorganisme anaerobik yang menyebabkan sampah berbau tidak sedap. Disisi lain sampah yang tidak terkelola dengan baik akan mengakibatkan berkembangnya vektor penyakit.

III. PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATANNYA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH.

Salah satu untuk mengurangi jumlah sampah di perkotaan dan menunjang penerapan zero waste adalah dengan melakukan pengolahan sampah. Saat ini pengurangan/reduksi sampah hanya dilakukan melalui kegiatan pemulungan sampah (daur ulang) yang secara sporadis telah dilakukan oleh sektor informal (pemulung). Pengomposan sampah baru dilakukan dalam tahap skala kecil melalui Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) yang ada umumnya terletak di TPA, sehingga merupakan beban dan tugas yang harus dilakukan oleh Pemda untuk mengangkut sampah ke TPA.

Program daur ulang di Indonesia yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1986 baru dapat mencapai 1,8 %, kondisi ini belum cukup untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah sampah yang akan meningkat lima kalinya pada tahun 2020.

Dengan demikian penerapan teknologi pengolahan sampah sudah waktunya untuk dimulai, sehingga sampah sisa yang harus dibuang ke lahan pembuangan akhir hanya sedikit dan penggunaan lahan pembuangan akhir lebih lama, selain itu pencemaran lingkungan dapat ditekan.

Ada tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan yaitu teknologi pengomposan sampah, teknologi pembakaran sampah dan teknologi daur ulang sampah.

A. Pengomposan Sampah

Pengomposan merupakan salah cara dalam mengolah bahan padatan organik untuk menjadi kompos yang secara nasional ketersediaan bahan organik dalam sampah kota cukup melimpah yaitu antara 70 – 80 %. Sayangnya, sebagian besar sampah kota belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai kompos. Pada dasarnya pengomposan merupakan proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang terkendali. Teknologi pengomposan sampah yang dilakukan saat ini sangat beragam ditinjau dari segi teknologi maupun kapasitas produksinya antara lain :

1. Pengomposan dengan cara aerobik,

2. Pengomposan dengan cara semi aerobik,

3. Pengomposan dengan reaktor cacing, dan

4. Pengomposan dengan menggunakan additive.

Kompos sebenarnya mempunyai nilai pasar, akan tetapi studi BPP Teknologi pada tahun 1990 menemukan bahwa hanya 4% dari pedagang tanaman hias yang menjual kompos karena kompos ini kurang populer pada masyarakat.

Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat digunakan untuk :

· Menguatkan struktur lahan kritis;

· Menggemburkan kembali tanah pertanian;

· Menggemburkan kembali lahan pertamanan;

· Sebagai bahan penutup sampah di TPA;

· Reklamasi pantai, pasca penambangan ;

· Sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia.

B. Pembakaran Sampah

Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar/skala kota dilakukan di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan insinerator. Dengan teknologi ini, pengurangan sampah dapat mencapai 80 % dari sampah yang masuk, sehingga hanya sekitar 20% yang merupakan sisa pembakaran yang harus dibuang ke TPA. Sisa pembakaran ini relatif stabil dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya.

Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Sifat fisik dan kimia sampah yang sesuai diolah dengan teknologi ini menurut instalasi-instalasi yang sudah beroperasi terdahulu adalah :

1. Nilai kalor sampah campuran antara 950 – 2.100 kkal/kg,

2. Kadar air antara 35 – 55 % dan

3. Kadar abu antara 10 – 30 %.

Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan antara lain :

a. Sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca penambangan.

b. Sebagai tanah urug.

c. Sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block, dsb).

d. Sebagai campuran kompos.

C. Daur Ulang Sampah

Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun terakhir ini yang dilakukan oleh sektor informal. Para pemungut barang bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan kegiatan pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem pengelolaan sampah. Komponen sampah yang mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan kembali, berdasarkan penelitian BPP Teknologi tahun 1990, adalah sampah kertas, logam dan gelas. Prosentase sampah tersebut (dari jumlah awal) yang diambil oleh pemulung adalah seperti pada Tabel berikut ini :

Tabel 3.1. Prosentase Pengambilan Sampah Oleh Pemulung

No.

Komponen Sampah

%

1.

Kertas

71,20

2.

Plastik

67,05

3.

Logam

96,09

4.

Gelas

85,05

Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis antara lain :

1. Sampah Kertas

Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat dihasilkan dari hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No.

Jenis Kertas Bekas

Sumber

Produk Recycling

1.

Kertas komputer dan kertas tulis

Perkantoran, percetakan dan sekolah

Kertas komputer, kertas tulis dan art paper

2.

Kantong kraft

Pabrik, pasar dan pertokoan

Kertas kraft dan art paper

3.

Karton dan box

Pabrik, pertokoan dan pasar

Karton dan art paper

4.

Koran, majalah dan buku

Perkantoran, pasar dan rumah tangga

Kertas koran dan art paper

5.

Kertas bekas campuran

Rumah tangga, perkantoran, LPS/ TPA dan Pertokoan

Kertas tissue, kertas tulis kualitas rendah dan art paper

6.

Kertas pembungkus makanan

Pertokoan, rumah tangga dan perkantoran

Tidak dapat di daur ulang

7.

Kertas tissue

Rumah tangga, perkantoran, rumah makan dan pertokoan

Kertas tissue (tetapi sangat jarang yang dapat didaur ulang kembali)

Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas, Dep. PU, DTW, 1999

2. Sampah Plastik

Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat diolah baik menjadi:

a. Produk baru ; alat rumah tangga seperti ember, bak tali plastik.

b. Digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman, tempat bumbu.

c. Sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji plastik.

3. Logam

Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara lain :

a. Digunakan kembali seperti kaleng susu.

b. Dijadikan produk baru, seperti tutup botol kecap, mainan.

c. Sebagai bahan tambahan atau bahan baku industri seperti industri logam.

4. Bahan lain

Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang cukup kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah.

Aplikasi teknologi pengolahan sampah, sedikitnya dapat memberikan solusi pada permasalahan kesulitan lahan untuk TPA. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang untuk menerapkan teknologi diatas. Teknologi yang saat ini digunakan untuk pengolahan sampah skala besar, baik itu pengomposan maupun pembakaran sampah, rata-rata menggunakan teknologi yang cukup canggih, melalui sistem mekanis/hidrolis yang bekerja semi atau bahkan otomatis penuh. Instalasi pengolahan tersebut biasanya memerlukan dana yang cukup besar untuk operasi maupun investasi dan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian tertentu.

Beberapa pertimbangan tersebut antara lain :

· Dana yang cukup, baik untuk investasi maupun operasi instalasi pengolahan.

· Dana untuk pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dari tingkat masyarakat sampai tingkat pengelolaan kota.

· Kelembagaan yang sudah mapan termasuk didalamnya sumber daya manusia.

· Sarana dan prasarana yang memadai sebagai pendukung kelancaran operasi sistem pengelolaan sampah.

· Partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaan persampahan termasuk didalamnya kesediaan membayar iuran sampah, menjaga kebersihan lingkungan dan lain-lain.

· Perangkat hukum dan peraturan.

Text Box: PengangkutanSecara umum penerapan teknologi pengolahan sampah perkotaan dan pemanfaatannya dapat dilihat gambar dibawah ini :

Gambar 3.1 Diagram Penerapan Teknologi Pengolahan Sampah Perkotaan dan Pemanfaatannya

IV. PENERAPAN ZERO WASTE DALAM INDUSTRI DAUR ULANG SAMPAH ( MODEL KAWASAN 2 – 4 TON/ HARI )

Sejalan dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan Bidang Persampahan yaitu ditekankan perlunya melakukan proses pengurangan volume sampah dan penanganan sampah sedekat mungkin dengan sumbernya, maka konsep ini dilakukan dengan mendirikan industri kecil daur ulang sampah di daerah kawasan melalui pemberdayaan masyarakat sekitar untuk diajak berperan aktif dalam membentuk usaha daur ulang.

Pemberdayaan masyarakat dalam industri daur ulang sampah merupakan salah satu sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat dengan menggunakan sistem pengolahan secara terpadu yaitu menerapkan beberapa jenis pengolahan secara simultan untuk menghasilkan produk maupun bahan daur ulang.

B. Teknologi Pengolahan Sampah

Sampah yang dihasilkan dari setiap sumber di kawasan tersebut diangkut menuju ke lokasi industri, selanjutnya dilakukan pemisahan sampah organik dan anorganik.

Proses pengolahan yang dilakukan adalah pengomposan (windrow/ vermi/additive), daur ulang kertas, plastik dan logam. Sisa bahan yang tidak dapat didaur ulang direduksi dengan instalasi pembakaran skala kecil. Sisa abu hasil pembakaran diproses sebagai bahan konstruksi maupun campuran kompos untuk menaikkan karbon pada produk tertentu.

Dibawah ini digambarkan material balance pengolahan sampah secara terpadu skala kawasan dengan kapasitas 2 ton (10 m3) sampah perhari dalam industri kecil daur ulang sampah


Gambar.4.1. Diagram sistem pengelolaan sampah

skala pelayanan 1000 KK (2 ton/hari)

C. Produk yang dihasilkan

Produk yang dihasilkan industri kecil daur ulang sampah skala kawasan dengan kapasitas 10 m3 sampah adalah :

1. Kompos/Vermi Compost 0,4 ton/hari atau 12 ton/bln.

2. Bahan daur ulang 0,28 ton/hari atau 84 ton/bln yang terdiri dari kertas karton, biji plastik dan logam.

3. Cacing tanah sebagai reaktor sampah.

C. Kemana Produk Akan Diserap

Untuk menampung dan memasarkan produk daur ulang dan cacing tanah dari industri kecil tersebut antara lain :

1. Industri dapat memasarkan sendiri produknya.

2. Terdapatnya lembaga penyangga produk daur ulang yang bertugas untuk mengembangkan dan mengatur, menampung dan menyalurkan hasil produk daur ulang dengan menyusun jaringan pemasaran nasional dan internasional. Lembaga penyangga dalam hal ini dapat berbentuk koperasi atau forum komunikasi yang dapat mengakomodasi antara produk dan permintaan pasar, serta salah satu pemberi masukan ke Pemerintah guna menunjang keberhasilan dalam bidang kebersihan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat kecil menengah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

D. Lokasi Industri Kecil Daur Ulang Sampah

Wilayah kegiatan penerapan zero waste dapat dilakukan di setiap kawasan pelayanan sampah seperti permukiman, komersial, industri, perkantoran dan pasar.

Besar kecilnya kapasitas produksi industri kecil daur ulang sampah tergantung pada luas lahan dan kondisi setempat yang terdapat di kawasan tersebut. Pada umumnya untuk satu depo sampah yang telah disediakan oleh Pemda adalah 250 – 500 m2 untuk melayani 5000 – 8000 jiwa (1000 KK) dengan kapasitas sampah masuk adalah 10 – 20 m3 perhari.

Industri kecil daur ulang sampah daerah kawasan ini akan melakukan pengolahan sampah dengan kapasitas tampung minimal 10 m3/hari dengan kebutuhan lahan minimal 400 m2 per modul.

E. Organisasi

Organisasi pengelola industri kecil ini terdiri dari Pemda, masyarakat dan pemulung yang berada di depo tersebut.

Dalam satu industri daur ulang terdiri dari :

· 1 orang kepala unit

· 4 orang bidang teknik

· 1 orang administrasi dan keuangan

· 4 orang tenaga lepas/pemulung (disesuaikan)

F. Pendanaan

Untuk menjalankan industri kecil daur ulang sampah ini dana yang didapat meliputi :

1. Dana investasi awal berasal antara lain Pemda, swasta, koperasi maupun dari sumber lain.

2. Dana untuk menjalankan industri daur ulang yang secara bergulir dapat dikembangkan dapat berasal dari iuran kebersihan warga yang telah berjalan, sebagian dana penghematan operasional Pemda, hasil penjualan produk daur ulang bahan anorganik, kompos/kacing (vermicompost) dan cacing.

Beberapa keuntungan dan kendala dalam penerapan industri kecil dalam pengolahan sampah terpadu model kawasan antara lain :

Keuntungan :

1. Mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah kota.

2. Mengurangi beban Pemda dalam penanganan sampah kota.

3. Melakukan pengolahan sampah kota untuk diolah menjadi produk yang mempunyai nilai jual.

4. Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA.

5. Menciptakan usaha pengolahan sampah dalam suatu industri kecil daur ulang dan kompos.

Kendala yang dihadapi :

1. Kurang populernya kompos di masyarakat menyebabkan kompos sebagai produk utama merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam tujuan komersial.

2. Telah terdapatnya mata rantai penjualan bahan daur ulang anorganik hasil pemulung.

V. KESIMPULAN

Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Masalah pembuangan sampah sudah merupakan masalah yang cukup pelik bagi Pemerintah Daerah, terutama dalam penyediaan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

2. Aplikasi beberapa jenis teknologi pengolahan sampah secara terpadu seperti pengomposan dan pembakaran dapat mengurangi kebutuhan lahan TPA dan efisiensi pengangkutan sampah.

3. Penerapan industri kecil daur ulang merupakan salah satu alternatif penciptaan produk dari sampah perkotaan yang dapat dikembangkan menjadi usaha komersial yang dapat dilakukan oleh masyarakat maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat.

4. Dengan belum populernya kompos pada masyarakat, sistem pengolahan terpadu dapat menjembatani dengan mendistribusikan sebagian kompos kemasyarakat.

Tidak ada komentar: