Rabu, 19 Maret 2008

Anak Jalanan Bandung Mengkhawatirkan

Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, yang menggejala secara simultan di berbagai kota-kota di Indonesia, termasuk di kota Bandung. Salah satu permasalahan sosial tersebut ditandai dengan adanya fenomena semakin maraknya pengamen-pengamen jalanan dan pedagang asongan di setiap perempatan jalan. Kehadiran dan keberadaan mereka diakui banyak kalangan sudah semakin tidak terkontrol, dan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mau tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat luas. Tengok dan rasakan tatkala kita berhenti di persimpangan jalan . Anak-anak mondar mandir dengan berbagai tingkah lakunya, membuat kita terenyuh dan sedih , ternyata masih banyak anak-anak bangsa kita yang hidupnya penuh dengan ketidakpastian masa depan.

Apa yang menjadi titik tolak permasalahan pengamen jalanan dan pedagang asongan ini adalah adanya peningkatan secara kuantitas yang bersifat sporadis, serta lambannya penanganan dan penanggulangan yang seharusnya dilakukan. Padahal dengan membiarkan menjamurnya kehidupan jalanan seperti ini, berarti kita harus menerima kenyataan yang cukup riskan : menumbuhkan benih-benih premanisme, terganggunya keonaran dan kenyaman pemakai jalan raya, terbengkalainya pendidikan anak-anak tersebut, mengundang pola urbanisasi yang tinggi, serta mendorong tindakan-tindakan kriminal di jalan raya.

Apabila dikaji lebih mendalam, peningkatan jumlah anak-anak jalanan diksebabkan oleh “daya tarik” di jalan raya. Artinya mereka sudah memiliki pemikiran, bahwa jalan raya adalah lahan kehidupan mereka. “Daya tarik” dan pola pikir yang terbentuk, serta belum terpenuhinya program-program penanggulangan dalam mengatasi anak-anak jalanan, menjadi semacam katalisator dalam peningkatan anak-anak jalanan secara kuantitas.

Hal yang paling penting dalam menaggulangi permasalahan anak-anak jalanan ini adalah adanya pengalihan profesi mereka, dari profesi-profesi liar di jalanan pada profesi yang lebih terorganisir (Organized Placement). Melalui pengalihan profesi ini diharapkan jumlah mereka dapat berkurang secara bertahap.

Berpijak dari persoalan dan kondisi yang ada, setidaknya ada beberapa faktor yang mesti dicermati :

Pertama, keberadaan anak-anak jalanan tersebut sudah dalam suatu format untuk mencari penghidupan (baca : uang) di jalanan sehingga mereka mempunyai anggapan bahwa uang akan dengan mudah mereka dapatkan di jalanan.

Kedua, sifat kehadiran dan keberadaan mereka dijalan sangat tidak terpola (unorganized) yang diikuti oleh terbentuknya profesi-profesi liar yang dapat menimbulkan dampak –dampak yang negatif.

Ketiga, belum adanya program yang terarah dan konkret dalam menanggulanginya. Program tersebut harus bersifat permanen, artinya mereka harus dialih profesikan secara terorganisir (organized placement), dengan menyediakan lapangan kerja baru agar mereka tidak tertarik untuk kembali ke jalanan. Hal ini sangat penting agar tidak terbentuk proses internalisasi profesi liar dan kehidupan jalanan dari anak-anak tersebut.

Keempat, adanya ikatan secara psikografis antara anak-anak jalanan dengan jalan raya, sehingga tidak mudah untuk memisahkan begitu saja ikatan tersebut. Perlu adanya semacam program yang masih memberikan keleluasaan bagi mereka melalui aktivitas yang bernuansa “jalanan”.

Kelima, belum terbentuknya “good will” dari semua unsur untuk mengatasi permasalahan pada tingkat yang lebih riil. Artinya dalam menanggulangi persoalan anak-anak jalanan harus ada kemauan yang kuat dari semua pihak dan masyarakat luas, untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

Semoga kelima factor yang perlu dicermati tersebut memberikan inspirasi bagi teman-teman yang peduli pada anak jalanan untuk diterjemahkan dalam bentuk program riil yang aplikatif di lapangan.

Sumber : Bandung Intensif Care Unit

Tidak ada komentar: